Jumat, 14 Mei 2010

OPTIMALISASI KOMODITAS PERIKANAN BERBASIS MINAPOLITAN SEBAGAI PENGGERAK EKONOMI BANGSA

Oleh : Ahmad Zaki Rahman (H34090142)
Mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama
Bogor Agricultural University-http://www.ipb.ac.id

Kondisi Perikanan Indonesia Kini
Sumber daya perikanan merupakan salah satu sumber daya yang sangat penting bagi hajat hidup masyarakat dan dapat dijadikan sebagai penggerak utama ( prime mover) perekonomian nasional saat ini. Hal ini didasari pada kenyataan bahwa pertama, Indonesia memiliki sumber daya perikanan yang besar baik ditinjau dari kuantitas maupun diversitas. Kedua, industri di sektor perikanan memiliki keterkaitan ( backward and forward linkage) yang kuat dengan industri-industri lainnya . Ketiga, industri perikanan berbasis sumberdaya lokal atau dikenal dengan istilah resources-based industries dan keempat, Indonesia memiliki keunggulan (comparative advantage ) yang tinggi di sektor perikanan sebagaimana dicerminkan dari potensi sumber daya ikannya. Dengan potensi tersebut sumber daya perikanan sesungguhnya memiliki keunggulan komparatif untuk menjadi sektor unggulan.
Walaupun sektor perikanan memiliki peran yang penting dan potensi sebagai prime mover ekonomi nasional, akan tetapi sampai saat ini peran dan potensi tersebut masih terabaikan dan belum teroptimalkan dengan baik. Keunggulan komparatif yang bangsa Indonesia miliki belum mampu untuk bangsa Indonesia transformasikan menjadi keunggulan kompetitif. Hal tersebut mengakibatkan rendahnya kinerja sektor ekonomi berbasis perikanan serta munculnya berbagai permasalahan yang membutuhkan sebuah penanganan yang cepat dan tepat. Beberapa permasalahan klasik yang sering dihadapi oleh bangsa ini seperti biaya produksi yang masih tinggi, lemahnya permodalan, lemahnya kemampuan pembudidayaan ikan, baik benih, pakan, penyakit, pengelolaan lingkungan budidaya dan penanganan pasca panen. Selain itu dengan semakin terbukanya pasar pada masing-masing negara menjadi tantangan bagi pembangunan perikanan nasional. Bila permasalahan-permasalahan tersebut tidak ditanggulangi, maka bukan tidak mungkin dapat menghambat peningkatan daya saing sektor perikanan di masa yang akan datang.
Daya Saing Perikanan dan Pendekatan Klaster
Harapan mengembangkan, memajukan, dan memprofesionalitaskan perikan Indonesia masih ada. Pada tanggal 28 September 2009, Profesor Michael E. Porter memberikan pencerahan kepada Presiden SBY di Harvard Business School Amerika Serikat dengan topik bagaimana meningkatkan daya saing Indonesia di dunia internasional. Menurut Porter, salah satu permasalahan yang dihadapi oleh Indonesia adalah masih rendahnya tingkat pembangunan berbasiskan klaster (low level of cluster development).
Menteri Kelautan dan Perikanan, Dr. Fadel Muhammad, begitu dilantik langsung memilih secara tepat strategi Minapolitan, yang sebenarnya merupakan implementasi konsep klaster ala Poter tersebut, untuk meningkatkan daya saing sektor perikanan dan kelautan.
Perkembangan dunia yang terjadi belakangan ini mengarah kepada era globalisasi dan perdagangan bebas. Hal ini menyebabkan perubahan yang cepat dan memberikan pengaruh luas dalam perekonomian nasional maupun internasional yang berdampak pada u memiliki daya saing yang tinggi. Daya saing dapat didefinisikan sebagai tingkat kemampuan suatu negara dalam menghasilkan pendapatan dan kesempatan kerja yang tinggi dengan tetap terbuka terhadap persaingan domestik maupun internasional.
Strategi peningkatan sektor perikanan yang dipandang relatif tepat untuk meningkatkan daya saing adalah melalui pendekatan klaster. Di beberapa negara, industri yang berbasis klaster telah terbukti mampu menunjukkan kemampuannya secara berkesinambungan dalam menembus pasar. Strategi klaster menawarkan upaya pembangunan ekonomi yang lebih efektif dan komprehensif. Strategi ini memerlukan kepeloporan dan kerjasama yang erat antara berbagai stakeholders yang terkait dengan sektor perikanan.
Pendekatan klaster dalam pengembangan sumberdaya perikanan (selanjutnya disebut klaster minapolitan) dapat diartikan sebagai efisiensi dan efektifitas dengan menurunkan komponen biaya dari hulu sampai hilir dalam produksi suatu komoditi. Bentuk pemusatan yang dilakukan adalah dimana dalam suatu kawasan tersedia subsistem-subsistem dalam agribisnis perikanan dari a transportasi antar subsistem yang terfokus pada komoditas perikanan tersebut. Efisiensi dan efektifitas yang diciptakan, dengan sendirinya akan mampu meningkatkan daya saing produk perikanan baik pada skala domestik maupun internasional.
Keberhasilan Pendekatan Minapolitan
Dalam mengembangkan klaster perikanan (minapolitan), berbagai aspek baik dari subsistem hulu, subsistem hilir maupun jasa n berbagai kegiatan yang saling mendukung antara satu pelaku dengan pelaku yang lain. Oleh karena itu untuk mencapai tingkat keberhasilan, beberapa faktor kunci yang harus diperhatikan dalam klaster minapolitan antara lain pertama, tercipta kemitraan dan jaringan (networking ) yang baik. Tercipta kemitraan dan jaringan yang ditandai adanya kerjasama antar perusahaan merupakan hal yang sangat penting karena tidak hanya untuk memperoleh sumber daya, namun juga dalam hal fleksibilitas, dan proses s pembelajaran bersama, misalnya dalam transfer dan penyebaran teknologi yang dapat meningkatkan keahlian pelaku perusahaan yang ada dalam klaster. Kedua, adanya inovasi, riset dan pengembangan. Inovasi secara umum berkenaan dengan pengembangan produk atau proses, sedangkan riset dan pengembangan berkenaan dengan pengembangan ilmu pengetahuan.
Ketiga, tersedianya sumber daya manusia (tenaga kerja) yang handal. Produktivitas SDM merupakan salah suatu indikator keberhasilan dari sebuah klaster. Dengan SDM yang handal dan memiliki jiwa kewirausahaan yang tinggi, maka keberadaan kapital maupun kelembagaan dapat dijalankan dengan baik. Ilustrasi tentang pentingnya peran SDM dan kewirausahaan dapat diwakili oleh negara Singapura dan Jepang. Negara ini mengalami keterbatasan SDA dibandingkan Indonesia namun memiliki SDM yang a maju.
an lokasi merupakan keputusan yang didasarkan pada perpaduan dari berbagai faktor yang mempengaruhi seperti ketersediaan sumberdaya (input), biaya transportasi, harga faktor lokal, kemungkinan produksi dan substitusi, struktur pasar, kompetisi dan informasi.
Implikasi Kebijakan
Pendekatan klaster minapolitan merupakan suatu strategi yang dapat digunakan dalam meningkatkan daya saing sumber daya perikanan. Untuk mendukung strategi tersebut beberapa hal yang harus diupayakan antara lain pertama, terpenuhinya kebutuhan dasar sebuah klaster seperti terciptanya stabilitas ekonomi makro yang mantap, iklim investasi yang kondusif, dan terjaminnya penyelenggaraan hukum yang efisien dan dapat dipercaya. Kedua, peningkatan kompetensi SDM dari masing-masing pelaku dalam klaster hendaknya dilakukan dengan cara pengembangan keterampilan dan kecakapan baik melalui pelatihan maupun kegiatan produktif lainnya. Ketiga, mengembangkan berbagai kelembagaan pendukung terutama kelembagaan pembiayaan, penelitian, penyuluhan, dan pendidikan. Adanya kelembagaan tersebut akan mampu meningkatkan akses pelaku terhadap informasi terkait dengan permodalan, teknologi dan inovasi yang sangat diperlukan untuk meningkatkan kinerja klaster. Keempat, diperlukan ut baik, niscaya klaster minapolitan dapat berkembang dengan baik dan dengan sendirinya daya saing sumber daya perikanan dapat meningkat baik itu di dalam negeri maupun internasional.

Peluang di daerah

Malang tak bisa ditolak, untung tak bisa diraih. Begitulah potret nasib kaum nelayan dari dulu hingga sekarang. Setiap hari mereka mencari dan menangkap ikan terkadang mempertaruhkan nyawa di tengah lautan ganas. Kendati begitu, justru kesengsaraan dan kemiskinanlah yang senantiasa menghampiri mereka. Penghasilan minim, ongkos operasional tinggi, harga ikan murah, dan sulitnya modal; itulah kondisi yang terus menghantui para nelayan.

Dan, kondisi itulah yang termaktub di dalam "Pedoman Umum Minapolitan Perikanan Tangkap (PUMPT)" yang disusun Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap pada Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang disampaikan dalam Rapat Koordinasi Nasional KKP, Februari lalu.

Di negeri ini, tingkat pendapatan dan kesejahteraan nelayan masih rendah. Penyebabnya antara lain masih rendahnya produktivitas dan efisiensi usaha, tingginya biaya produksi, kurangnya keterampilan nelayan, dan manajemen usaha. Selain itu, masalah lain yang turut membuat sengkarut adalah rendahnya sumber daya nelayan, sulitnya akses permodalan, prasarana teknologi dan pemasaran, serta faktor sosial budaya yang kurang kondusif bagi kemajuan usahanya.

Kondisi nelayan itu makin sulit karena belum optimalnya integrasi perikanan tangkap di daerah pengembangan wilayah. Hal itu disebabkan, antara lain oleh persepsi otonomi daerah yang belum sinergis, belum optimalnya dukungan lintas sektor terhadap pengembangan sarana dan prasarana serta kurangnya aksesbilitas pembangunan fisik.

Keterpurukan inilah yang sepertinya menggugah Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad. Berlatar dari kenyataan itu, kementerian yang dipimpin Fadel coba meretas program Minapolitan Perikanan Tangkap (MPT), dan Palabuhan Ratu didaulat sebagai daerah yang pertama kali melakukan hal itu.

"Visi Pak menteri dalam minapolitan ini menjadikan Indonesia sebagai produsen ikan tahun 2015. Sementara misinya hanya satu, menyejahterakan masyarakat perikanan dan kelautan," kata Kepala Pelabuhan Perikanan Nusantara Pelabuhan Ratu (PPNP) Ir. Arief Rahman Lamatta, M.M.

Minapolitan alias "kota perikanan" merupakan kawasan terpilih untuk dijadikan kawasan bisnis sentra produksi perikanan tangkap. Pemerintah bersama para pemangku kepentingan dituntut menciptakan iklim usaha lebih baik. Dengan begitu diharapkan dapat menciptakan pertumbuhan ekonomi wilayah, lapangan kerja, serta pendapatan masyarakat di kawasan tersebut. Upaya itu dilakukan melalui penataan pusat pelayanan bisnis perikanan tangkap yang berfungsi melayani dan mendorong pengembangan kawasan perikanan, termasuk daerah sebangsa Indonesiarnya.

"Jadi minapolitan berbicara secara komprehensif satu kawasan. Tak hanya Palabuhan Ratu, tetapi mencakup sejumlah daerah di sebangsa Indonesiarnya yang juga terdapat aktivitas usaha perikanan tangkap. Kawasan Palabuhan Ratu dalam konsep minapolitan mencakup empat wilayah kecamatan, yakni Cisolok, Pelabuhan Ratu, Simpenan, dan Ciemas," ucap Kepala Bidang Perikanan Budidaya pada Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi Ir. Yodi Rahmat Gunadi.

Menurut Arief, satu daerah yang akan dijadikan kawasan minapolitan haruslah memenuhi beberapa faktor, seperti sumber daya ikan yang potensial, aksesibilitas pasar domestik dan ekspor, serta ketersediaan unit pengolahan ikan, cold storage, dan pasar ikan. Palabuhan Ratu memiliki itu semua.

Hingga saat ini, ketersediaan sumber daya ikan di kawasan Pelabuhan Ratu dinilai masih cukup potensial. Berdasarkan data produksi ikan di PPNP periode 1993-2008, produksi dan nilai produksi ikan yang didaratkan di pelabuhan dari hasil tangkapan para nelayan mengalami peningkatan. Pada tahun 1993, ikan yang berhasil didaratkan mencapai 3.118,79 ton (senilai Rp 3,57 miliar) sedangkan pada 2008 meningkat menjadi 4.580,68 ton (senilai Rp 42, 56 miliar).

Kendati dari produksi peningkatannya tidak terlalu besar, tetapi dari sisi nilai produksi peningkatannya cukup signifikan. Artinya, terjadi peningkatan nilai dan harga ikan sebagai pengaruh peralihan metode penangkapannya. "Bahkan, Palabuhan Ratu memiliki produk ikan unggulan komoditas ekspor, seperti ikan tuna dan layur. Begitu pula produk olahannya, yakni pemindangan ikan di Kec. Bantargadung serta abon ikan di Cisolok dan Pelabuhan Ratu yang masih satu kawasan," ujar Arief.

Produk ikan tuna dan layur dari Pelabuhan Ratu mampu menembus pasar ekspor kualitas A (tinggi), seperti Jepang, sejumlah negara di Afrika, Arab Saudi, serta sejumlah negara di Uni Eropa. Sebagai produsen ikan tuna, keberadaan Pelabuhan Ratu cukup diperhitungkan di lembaga internasional. Pelabuhan Ratu masuk ke dalam keanggotaan lembaga IOTC (Indian Ocean Tuna Commission/Organisasi Internasional Penghasil Ikan Tuna di Samudra Hindia). Lembaga tersebut berada di bawah FAO (Food and Agriculture Organization). "Harga ikan tuna semakin hari semakin menggiurkan. Dari asalnya Rp 25.000-Rp 28.000 per kilogram, kini naik menjadi Rp 30.000 per kilogram. Kualitas tuna asal Pelabuhan Ratu paling bagus sehingga bisa digunakan untuk sushimi, menu ikan yang dimakan mentah-mentah," katanya.

Program Minapolitan di Pelabuhan Ratu akan dilaksanakan melalui konsep kerja sama usaha inti-plasma. Dalam pengelolaannya, akan dibentuk sebuah jaringan usaha antara industri perikanan dengan beberapa unit usaha yang dijalankan nelayan dan masyarakat pesisir. Dengan demikian, semua kegiatan usaha perikanan dari hulu sampai hilir akan terintegrasi dalam satu manajemen usaha.

Nantinya, semua itu berada di bawah pengelolaan Pemkab Sukabumi. Usaha intinya akan dikelola langsung oleh PPNP dengan membawahkan sejumlah unit bisnis perikanan skala industri. Sementara usaha plasma dikerjakan oleh beberapa unit usaha yang dilakukan kelompok masyarakat nelayan dan pesisir. "Manajemen puncaknya ada di tangan Pemkab Sukabumi, dalam hal ini Pak bupati," tutur Arief.

Dalam praktiknya, unit-unit bisnis yang dibentuk PPNP harus menyediakan berbagai kebutuhan usaha plasma. Contohnya di bidang usaha penangkapan ikan, perusahaan inti harus menyediakan kapal, alat tangkap, hingga fasilitas SPBB (Stasiun Pengisian Bahan Bakar). Sarana dan prasarana itu untuk mendukung usaha plasmanya, mulai dari usaha penangkapan ikan, pengolahan, budi daya perikanan, hingga pemasarannya.

Tumbuhnya bisnis inti diharapkan akan mendorong berkembangnya aktivitas usaha pendukungnya, seperti industri docking (galangan kapal), perbengkelan, bahan serta alat penangkapan ikan, angkutan, bahan pengemasan dan packing, perbankan, dan sebagainya. Bisa terbayang kan jika program Minapolitan berjalan baik?

Hanya, hingga kini, sejumlah kendala masih menghadang, terutama terkait dengan belum memadainya infrastruktur jalan. Selain jarak tempuh yang jauh, kondisi jalan yang berkelok-kelok akan memperlambat pengiriman barang dan merusak kualitas ikan. Padahal, pasar senantiasa menuntut kondisi ikan yang segar. "Oleh karena itu, dalam menjalankan program Minapolitan, perlu ada sinergitas lintas sektor dinas instansi terkait. Minapolitan ini harus dikerjakan secara keroyokan atau kerubutan.




Daftar Pustaka

Daryanto,Arif.Pembangunan Sektor Perikanan Berbasiskan Klaster. http://www.mb.ipb.ac.id/artikel /view /id / bf43fac909a01012c2451c28ddc44ef6.html. [ Diakses tanggal 13Mei 2010].

Nugroho.Thomas.2010.Rekonstruksi Kebijakan Kelautan. http:/ / web.ipb.ac.id / ~psp // ?pilih=news&mod=yes&aksi=lihat&id=628. [ Diakses tanggal 14 Mei 2010].

Satria ,Arif 2010.Minapolitan dan Minapolitik. http://fema.ipb.ac.id/index.php/ minapolitan-dan-minapolitik [ Diakses tanggal 14 Mei 2010].

[ Anonim].2010.Prospek Pendidikan Maritim di Indonesia. http: // www.perikanantangkap.ipb.ac.id / index.php ?pilih = news&mod=yes&aksi=lihat&id=383. [ Diakses tanggal 13 Mei 2010].

[ Anonim].2010.DKP Gandeng Peneliti IPB Gagas Program Nasional Minapolitan .http://www.ipb.ac.id/?b=1528. [ Diakses tanggal 15 Mei 2010].

1 komentar:

roni mengatakan...

hai bloger..salam kenal..

tulisan yang menarik... mungkin bisa ditambah lagi.. lumayan buat menambah wawasan.

Posting Komentar